“Harta
raja-raja Nusantara berupa ratusan ribu ton emas dan harta lainnnya itu
dibawa ke Belanda (sebagai penjajah) dari Indonesia, kemudian Belanda
kalah perang dengan Jerman, maka Jerman memboyong harta itu ke
negaranya. Lalu dalam perang dunia kedua, Jerman kalah dengan Amerika,
maka Amerika membawa semua harta itu ke negaranya hingga kini.“
“Bhinneka Tunggal Ika”
“Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan, hana dharma mangrwa.” (pupuh 139, bait 5)
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan, hana dharma mangrwa.” (pupuh 139, bait 5)
“Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda,
Mereka memang berbeda tapi bagaimanakah bisa dikenali,
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal,
Terpecah belah tapi satu jualah, tiada kerancuan dalam kebenaran.”
Mereka memang berbeda tapi bagaimanakah bisa dikenali,
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal,
Terpecah belah tapi satu jualah, tiada kerancuan dalam kebenaran.”
***
Barang-barang Amanah Soekarno
Pada masa jayanya dahulu, kepulauan
Nusantara terdiri dari ratusan Kerajaan. Wilayah Nusantara (kini
Indonesia) merupakan kawasan yang paling diincar oleh semua kerajaan di
dunia.
Keinginan
semua kerajaan di dunia untuk merebut dan menguasai wilayah Kepulauan
Nusantara ini akibat adanya beragam kekayaan hasil alam di daerah
kepulauan terbesar di dunia tersebut.
Dari dalam tanah Nusantara terdapat
berbagai macam tambang minyak dan logam, dalam lautnya juga terdapat
minyak bumi dan sumber alam lainnya, juga tanahnya yang subur sepanjang
tahun siap ditanami kapan saja, bukit yang kaya pasir dan bebatuan
mineral, hingga di setiap puncak gunungnya pun juga memiliki kekayaan
dan keindahan tiada taranya.
Belum lagi dari kekayaan flora dan
faunanya. Dari dalam lautnya terdapat ikan dan hasil laut yang sangat
berlimpah-ruah, didaratnya terdapat ribuan jenis satwa yang sangat
eksotik dan endemik.
Juga di hutannya yang terdiri dari ribuan
jenis pohon yang hanya terdapat di wilayah Nusantara ini, terdiri dari
hutan lebat tropis jutaan hektar, juga puluhan sungai besar mengalir di
setiap pulaunya.
Wajar saja jika di wilayah kepulauan terbesar di dunia yang ada di daerah tropis ini juga terdapat ratusan kerajaan yang makmur. Kerajaan-kerajaan yang memiliki harta berupa emas, perak, perunggu, platina, berlian dan batu mulia serta juga mutiara. Seluruh kekayaan kerajaan Nusantara tersebut jika dikumpulkan beratnya mencapai ratusan ribu bahkan bisa jutaan ton emas dan harta lainnya..! Namun pertanyaannya, kemana semua harta kekayaan kerajaan-kerajaan Nusantara tersebut?
Setelah masuknya orang Eropa (termasuk
Belanda), kekayaan tersebut seperti “disita” oleh kolonial dan hilang
entah kemana. Untuk itulah, maka beberapa tim dan individu mulai
“mengorek” dan “menelusuri” jejak kekayaan Kerajaan-Kerajaan Indonesia
yang dulu ada di wilayah Nusantara ini.
Layaknya film “Indiana Jones“,
mereka mengumpulkan bukti dari berbagai sumber yang terkait. Mulai dari
dokumen dan cerita serta berita, baik yang diperoleh di dunia nyata
ataupun di dunia maya. Berikut fakta-fakta yang sempat tercium dan
terangkum oleh mereka mengenai “the National Treasures of Indonesian Kingdoms“.
1. Pada awal abad 17,
aset harta para Raja & Kesultanan Nusantara (Cirebon, G.Pakuan,
Banten, Deli, Riau, Kutai, Makasar, Bone, Goa, Luwut,Ternate, dLL,)
dalam nilai ratusan trilyun Dollar Amerika (dalam bentuk emas, logam
mulia, berlian, dan srbagainya) di simpan di Bank Zuchrigh, Jerman
(karena pada saat itu Jerman adalah negara makmur & menguasai dunia.
Serta bank tersebut adalah salah satu bank yang tertua di dunia)
2. Pada tahun 1620,
Nusantara dijajah Belanda selama 3,5 abad. Bagi Kesultanan / Raja
Nusantara yg melawan Belanda, data administrasi harta di Bumi Nusantara
dihanguskan, hanya bagi Kerajaan Amangkurat I tetap memiliki data utuh,
karena mereka penjilat Belanda dimasa itu.
Catatan:
Salah satu bukti Amangkurat I sebagai penjilat Belanda : Pangeran Girilaya – Raja Cirebon II selaku menantu dari Raja Amangkurat I, atas tipuan pada u “undangan makan”, ternyata Raja Cirebon II beserta kedua putranya yang berumur 11 dan 9 tahun ditahan selama 10 tahun, hingga wafatnya Raja Cirebon II yang dimakamkan di Girilaya. Atas wafatnya Raja Cirebon II, Sultan Trunojoyo diutus untuk menjemput kedua putra mahkota tersebut untuk menggantikan tahta Kerajaan Cirebon.
Salah satu bukti Amangkurat I sebagai penjilat Belanda : Pangeran Girilaya – Raja Cirebon II selaku menantu dari Raja Amangkurat I, atas tipuan pada u “undangan makan”, ternyata Raja Cirebon II beserta kedua putranya yang berumur 11 dan 9 tahun ditahan selama 10 tahun, hingga wafatnya Raja Cirebon II yang dimakamkan di Girilaya. Atas wafatnya Raja Cirebon II, Sultan Trunojoyo diutus untuk menjemput kedua putra mahkota tersebut untuk menggantikan tahta Kerajaan Cirebon.
Dengan melalui peperangan, akhirnya
Trunojoya berhasil membawa Putra Mahkota dan kedua adiknya. Sedangkan
Putra Mahkota yang pertama/kakaknya, diamankan oleh paman dari Ibunya ke
Gunung Lawu. Hingga akhirnya berdiri Kerajaan Cirebon menjadi dua
kesultanan, yaitu: Kesultanan Kanoman dan Kesultanan Kasepuhan.
3. Pada tahun 1939, Amerika menyuruh Bung Karno untuk menata aset para Raja Nusantara dan mengalihkan hak atas nama pribadi Soekarno.
Catatan:
a. PENYERAHAN HIBAH REKAYASA dilakukan oleh Raja Solo dan Yogyakarta yang mengatasnamakan Raja-raja Nusantara. Selanjutnya aset kedua raja tersebut utuh atau tidak dihibahkan.
b. HAK AHLI WARIS Raja Nusantara, sepeserpun nihil (tdk menerima hak waris).
a. PENYERAHAN HIBAH REKAYASA dilakukan oleh Raja Solo dan Yogyakarta yang mengatasnamakan Raja-raja Nusantara. Selanjutnya aset kedua raja tersebut utuh atau tidak dihibahkan.
b. HAK AHLI WARIS Raja Nusantara, sepeserpun nihil (tdk menerima hak waris).
4. Pada tahun 1944,
berdirilah Bank Dunia atas dasar Colateral Aset Raja Nusantara! Bank
Dunia mulai memberikan pinjaman kepada 40 Negara. Maka semenjak itu USA
semakin kuat untuk mencetak mata uang dan menyusun strategi persenjataan
yang berguna untuk menguasai dunia.
5. Pada tahun 1945, saat Perang Dunia-II Jepang menyerah dan membuat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
Beberapa fakta:
a. Bung Karno dalam salah satu pidatonya pernah berkata “..kalau Jepang tidak memberikan kemerdekaan kepada kita, maka saya akan minta USA utk membom Jepang..”
b. Bung Karno diangkat jadi ketua PBB. Bukankah pada waktu itu orang asing banyak yang lebih pintar dari Bung Karno? Tak aneh lagi, karena berdirinya Bank Dunia berasal dari aset Raja Nusantara. Sampai saat ini, tidak ada jabatan Ketua PBB selain Bung Karno, yang ada hanyalah Sekjen.
a. Bung Karno dalam salah satu pidatonya pernah berkata “..kalau Jepang tidak memberikan kemerdekaan kepada kita, maka saya akan minta USA utk membom Jepang..”
b. Bung Karno diangkat jadi ketua PBB. Bukankah pada waktu itu orang asing banyak yang lebih pintar dari Bung Karno? Tak aneh lagi, karena berdirinya Bank Dunia berasal dari aset Raja Nusantara. Sampai saat ini, tidak ada jabatan Ketua PBB selain Bung Karno, yang ada hanyalah Sekjen.
Catatan:
Tahun 1945, untuk membangun negara, kalau Bung Karno jujur dan benar (tidak ambisius), seharusnya mengumpulkan para Sultan dan Raja Nusantara untuk diberi tahu jika para buyutnya (Raja Nusantara) pada abad-17, menyimpan hartanya di Bank Juchrigh-Jerman. Kenapa Bung Karno bungkam?
Tahun 1945, untuk membangun negara, kalau Bung Karno jujur dan benar (tidak ambisius), seharusnya mengumpulkan para Sultan dan Raja Nusantara untuk diberi tahu jika para buyutnya (Raja Nusantara) pada abad-17, menyimpan hartanya di Bank Juchrigh-Jerman. Kenapa Bung Karno bungkam?
6. Antara tahun 1950 – 1953,
Bung Karno memberikan pelimpahan coleteral kepada kolega &
keluarganya, yang berasal dari aset para Raja Nusantara yang dihibahkan
atas nama pribadi Bung Karno. Yang kini sudah pada balik nama.
7. Tahun 1954, sebagian
sisa Dana Koleteral tsb dibagikan dalam bentuk amanah kepada 73 orang
Tokoh Negara & Ulama. Karena ada kepentingan “politik praktis”.
Tahun 1955 pemilu pertama, Bung Karno diangkat Presiden “seumur hidup”
Catatan:
a. Penerima “pelimpahan colateral” mendapatkan Royalti, namun pemegang amanah tidak mendapatkan Royalti. Siapakah yang menikmati royalti atas dana coleteral dari Bank Dunia? Siapa lagi kalau bukan kolega & keluarganya.
a. Penerima “pelimpahan colateral” mendapatkan Royalti, namun pemegang amanah tidak mendapatkan Royalti. Siapakah yang menikmati royalti atas dana coleteral dari Bank Dunia? Siapa lagi kalau bukan kolega & keluarganya.
b. Perlu pendirian “LEVARN” (Lembaga Executive Verifiksi Aset Raja Nusantra)
c. Maksud dan tujuan:
Atas tersimpannya Aset Raja Nusantra, baik milik Raja/Kesultanan:
Cirebon, Pakuan, Banten, Deli, Riau, Kutai, Makassar, Bone, Goa, Luwut,
Ternate, dan lainnya, yang disimpan pada awal Abad-17 di Bank Zuchrigh,
Jerman dengan nilai ratusan trliyun dollar Amerika yang telah dihibahkan
ke pribadi Ir.Soekarno (Rekyasa JO. AS) untuk modal awal pembentukan
Bank Dunia, kini sudah pada balik nama atas nama keluarga &
koleganya (diluar amanah) ini harus diverifikasi / tata Juridis Formil
untuk ketetapan hak bagi ahli waris dan negara.
d. Dalam pertemuan para
Sultan se-Indonesia di Bali pada tahun 2000-an lalu. Selaku ahli waris
mengharapkan keadilan hak atas harta yang digelapkan. Sehingga para
pemegang amanah dan lainnya menyadari atas keganjilan hibah tersebut.
8. Mengapa Bung Karno keluar dari PBB
& pidatonya antara tahun 1959 sampai dengan 1963, berapi-api anti
imperialis, anti nekolim? Karena coleteralnya ternyata tidak bisa
dicairkan dan digunakan untuk pembangunan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan REPELITA yg telah diprogram. Alias dipersulit oleh
Amerika.
9. Amerika berkepentingan untuk membungkam Bung Karno,
selain karena alasan dana coleteral tersebut, juga karena Bung Karno
membentuk “Poros Segitiga” Peking-Jakarta-Pyongyang. Selanjutnya melalui
konspirasi & tipu daya, AS bertindak sebagai dalang atas lengsernya
Bung Karno.
10. Tiga orang Jenderal terlibat dalam gerakan bawah tanah buatan AS, datang dan menodongkan senjata kepada Bung Karno untuk menandatangani SUPERSEMAR.
Catatan:
Kemudian isi Supersemar diubah (dipalsukan) dan diserahkan kepada Soeharto. Soeharto tidak mengetahui tentang pemalsuan Supersemar tersebut dan menjalankan Supersemar dengan baik. Soeharto baru mengetahui hal tersebut sekitar tahun 1980-an. Namun sudah terlambat dan sejarah sudah terlanjur dituliskan.
Kemudian isi Supersemar diubah (dipalsukan) dan diserahkan kepada Soeharto. Soeharto tidak mengetahui tentang pemalsuan Supersemar tersebut dan menjalankan Supersemar dengan baik. Soeharto baru mengetahui hal tersebut sekitar tahun 1980-an. Namun sudah terlambat dan sejarah sudah terlanjur dituliskan.
11. Tahun 1967, Soekarno lengser & Soeharto menjabat sebagai Presiden RI.
12. Sekitar tahun 1995,
tujuh orang pemegang Surat Amanah dari Soekarno, menghadap Soeharto agar
Pemerintah dapat menggunakan Dana Coletral tersebut untuk pembangunan
Indonesia.
Catatan:
Dana Coletral tersebut (yang ada di Bank Dunia) tidak dapat dicairkan, namun dapat digunakan untuk “jaminan cetak uang”. Soeharto mengajukan ijin utk pencetakan uang Rupiah atas jaminan Dana Coletral tersebut.
Dana Coletral tersebut (yang ada di Bank Dunia) tidak dapat dicairkan, namun dapat digunakan untuk “jaminan cetak uang”. Soeharto mengajukan ijin utk pencetakan uang Rupiah atas jaminan Dana Coletral tersebut.
13. Dilakukan Sidang Moneter Internasional,
dengan salah satu agenda untuk membahas rencana pencetakan uang Rupiah
oleh pemerintah RI. Sepuluh negara menolak untuk memberikan ijin
(termasuk AS & sekutunya), sisanya mengijinkan. Atas dasar voting,
maka pemerintah RI diijinkan utk mencetak uang sebesar “Rp. 20.000
trilyun” dengan jaminan lima Coleteral (Salah satu Coleteral tsb adalah
milik Kerajaan Cirebon sebesar 13.000 trilyun)
Catatan:
AS tdk memberikan ijin, karena khawatir Soeharto akan membangkitkan DUNIA ISLAM. Karena thn 1987 Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila sudah mulai merintis dan menggalakkan bantuan untuk pembangunan masjid di seluruh Indonesia. Mbak Tutut sudah mulai memakai kerudung & dianggap sebagai simbol kebangkitan dunia Islam.
AS tdk memberikan ijin, karena khawatir Soeharto akan membangkitkan DUNIA ISLAM. Karena thn 1987 Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila sudah mulai merintis dan menggalakkan bantuan untuk pembangunan masjid di seluruh Indonesia. Mbak Tutut sudah mulai memakai kerudung & dianggap sebagai simbol kebangkitan dunia Islam.
14. Pencetakan uang dilakukan di Jerman & Israel
(pemenang tender adalah Australia). Disisi lain AS & sekutunya
mulai melakukan konspirasi untuk merusak stabilitas Ekonomi
Internasional.
15. Maret 1997, secara
bertahap IDR (Indonesia Rupiah) sdh mulai masuk ke Indonesia (masih
berstatus atas nama Amanah yang ditempatkan di luar gudang BI). Baru
sekitar 9% IDR tsb yg diregristasi oleh BI, terjadilah “krisis moneter”
karena George Soros melakukan transaksi “pembelian Rupiah” secara
besar-besaran yang dibayar dengan US Dollar. IDR dicetak dalam cetakan
uang plastik pecahan Rp.100.000,- tahun cetakan 1997.
Catatan:
Pak Harto berencana dalam periode tahun 1998 – 2003, Try Sutrisno menjabat sebagai Wakil Presiden. Tahun 2000 Pak Harto membuat pondasi sebagai landasan kuat dalam pembangunan tinggal landas untuk take off menuju adil & makmur. Tahun 2002, Pak Harto berencana untuk mengundurkan diri dan dilanjutkan oleh wakilnya Try Sutrisno sebagai presiden.
Pak Harto berencana dalam periode tahun 1998 – 2003, Try Sutrisno menjabat sebagai Wakil Presiden. Tahun 2000 Pak Harto membuat pondasi sebagai landasan kuat dalam pembangunan tinggal landas untuk take off menuju adil & makmur. Tahun 2002, Pak Harto berencana untuk mengundurkan diri dan dilanjutkan oleh wakilnya Try Sutrisno sebagai presiden.
16. Amerika semakin gencar melakukan konspirasi, sadar atau tidak sadar banyak unsur masyarakat yang sudah masuk dalam tipu daya dan skenario AS.
Catatan:
a. Banyak mahasiswa dan rakyat yang merasa idealis dan menuntut lengsernya Soeharto. Namun sesungguhnya mereka tidak sadar bahwa ini semua adalah skenario AS untuk menurunkan Soeharto.
b. Beberapa “tokoh boneka politik” bentukan AS, yaitu empat orang yang dikenal dengan sebutan “SMAG”
c. Terjadinya Kerusuhan Mei, yang dikoordinir oleh seorang tokoh pemuda atas cetakan SMAG.
a. Banyak mahasiswa dan rakyat yang merasa idealis dan menuntut lengsernya Soeharto. Namun sesungguhnya mereka tidak sadar bahwa ini semua adalah skenario AS untuk menurunkan Soeharto.
b. Beberapa “tokoh boneka politik” bentukan AS, yaitu empat orang yang dikenal dengan sebutan “SMAG”
c. Terjadinya Kerusuhan Mei, yang dikoordinir oleh seorang tokoh pemuda atas cetakan SMAG.
17. Mei 1998, Soeharto lengser dan BJ Habibie menjabat sebagai presiden RI.
18. Semua mata uang Rupiah pada akhirnya sampai di Indonesia,
Pak Harto memerintahkan 49 orang jenderal (7 orang Jenderal Bintang
empat dan 42 orang Jenderal Bintang dua) untuk mengamankan gudang-gudang
IDR yang masih berstatus atas nama Amanah.
19. BJ Habibie dipolitisir oleh AS untuk merealisasi Referendum di TimTim,
dengan janji apabila terlaksana dengan ‘jujur dan adil’ maka Habibie
akan didukung untuk menjabat sebagai Presiden RI untuk periode
selanjutnya.
Catatan:
Habibie ditipu mentah oleh AS dan sekutunya. Hasil jajak pendapat Timor Timur dimanipulasi (termasuk yang dihitung di Gedung Putih-AS, tidak dihitung di lapangan) dan berujung pada lepasnya Timor Timur dari NKRI. Itulah jatuhnya Habibie akibat dampak tertipu politik praktis. Karena Habibie sejatinya bukan orang “misi AS”, melainkan Habibie adalah “Jerman-isme”.
Habibie ditipu mentah oleh AS dan sekutunya. Hasil jajak pendapat Timor Timur dimanipulasi (termasuk yang dihitung di Gedung Putih-AS, tidak dihitung di lapangan) dan berujung pada lepasnya Timor Timur dari NKRI. Itulah jatuhnya Habibie akibat dampak tertipu politik praktis. Karena Habibie sejatinya bukan orang “misi AS”, melainkan Habibie adalah “Jerman-isme”.
20. Rapuhnya Pemerintahan RI
dan perekonomiannya akibat “Mafia Berkeley” dan sebagian besar
tokoh-tokoh negara terlibat dalam dosa “Kerusuhan Mei”. Amerika memegang
kartu tokoh-tokoh negara tersebut, lalu leluasa untuk mendikte
pemerintah. Boleh dikata, semenjak itu pemerintahan hanya menjadi
“boneka AS” dan tdk mampu untuk lepas dari cengkraman AS.
21. Jadi dari semuanya:
a. Kebenaran ini dituliskan bukan utk menyudutkan PIHAK-PIHAK TERTENTU, namun utk MENEGAKKAN SEBUAH KEBENARAN.
b. Bangsa Indonesia sangat beruntung telah memiliki 2 orang PUTRA TERBAIKNYA yaitu SOEKARNO & SOEHARTO.
c. Rapatkan barisan, jangan mudah teradu domba oleh KONSPIRASI AS & sekutunya. Tumbuhkan jiwa patriotik kita, karena bisa jadi melalui konspirasi AS, perang Afganistan dan Irak juga dapat terjadi di Tanah Air yg kita cintai ini. Juga perang antar suku dan golongan di dalam negeri seperti di negara-negara Afrika, Korea Utara – Selatan, Vietnam Utara-Selatan, Bosnia, Mesir, Libya dan lain-lain.
d. Atas Cronologis harta Soekarno tersebut, pada prinsipnya kita para “pemegang amanah” dan penerima “pelimpahan Colateral”, perlu untuk menyadari bahwa pelaksanaan “Hibah Aset Raja Nusantara kepada pribadi Bung Karno adalah “CACAT HUKUM”
e. Jadi masalah Barang dan Harta Amanah Bung Karno bukan urusan kita, melainkan urusan “karuhun”? Itu semua hanya panggung sandiwara. (Sumber : indonesiaindonesia)
a. Kebenaran ini dituliskan bukan utk menyudutkan PIHAK-PIHAK TERTENTU, namun utk MENEGAKKAN SEBUAH KEBENARAN.
b. Bangsa Indonesia sangat beruntung telah memiliki 2 orang PUTRA TERBAIKNYA yaitu SOEKARNO & SOEHARTO.
c. Rapatkan barisan, jangan mudah teradu domba oleh KONSPIRASI AS & sekutunya. Tumbuhkan jiwa patriotik kita, karena bisa jadi melalui konspirasi AS, perang Afganistan dan Irak juga dapat terjadi di Tanah Air yg kita cintai ini. Juga perang antar suku dan golongan di dalam negeri seperti di negara-negara Afrika, Korea Utara – Selatan, Vietnam Utara-Selatan, Bosnia, Mesir, Libya dan lain-lain.
d. Atas Cronologis harta Soekarno tersebut, pada prinsipnya kita para “pemegang amanah” dan penerima “pelimpahan Colateral”, perlu untuk menyadari bahwa pelaksanaan “Hibah Aset Raja Nusantara kepada pribadi Bung Karno adalah “CACAT HUKUM”
e. Jadi masalah Barang dan Harta Amanah Bung Karno bukan urusan kita, melainkan urusan “karuhun”? Itu semua hanya panggung sandiwara. (Sumber : indonesiaindonesia)
*****
Harta Rakyat Indonesia Sirna Oleh Rekomendasi Negara-negara Kolompok G-20
“Considering this statement, which
was written and signed in November 21th 1963, while the new certificate
was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes
were just obtained.”
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi
berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu
menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat
John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.
Soekarno dan John F. Kennedy
Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni..!
Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni..!
Bahasa
lain yang sering dikemukakan Bung Karno kepada rekan terdekatnya, bahwa
ia ingin harta nenek moyang yang telah dirampas oleh imprealisme dan
kolonialisme dulu bisa kembali.
Tetapi perjanjian yang diteken itu, hanya
sebatas pengakuan dan mengabaikan pengembaliannya. Sebab Negeri Paman
Sam itu mengambilnya sebagai harta rampasan Perang Dunia I dan II.
Konon cerita, harta raja-raja Nusantara
berupa ratusan ribu ton emas dan harta lainnnya itu dibawa ke Belanda
(sbg penjajah) dari Indonesia, kemudian Belanda kalah perang dengan
Jerman, maka Jerman memboyong harta itu ke negaranya. Lalu dalam perang
dunia kedua, Jerman kalah dengan Amerika, maka Amerika membawa semua
harta itu ke negaranya hingga kini.
Perjanjian itu berkop surat Burung Garuda
bertinta emas di bagian atasnya yang kemudian menjadi pertanyaan besar
pengamat Amerika. Yang ikut serta menekan dalam perjanjian itu tertera
John F. Kennedy selaku Presiden Amerika Serikat dan William Vouker yang
berstempel “The President of The United State of America” dan dibagian bawahnya tertera tandatangan Soekarno dan Soewarno berstempel “Switzerland of Suisse”.
Yang
menjadi pertanyaan kita bersama adalah, mengapa Soekarno tidak
menggunakan stempel RI?. Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau
khawatir harta itu akan dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup,
suatu saat kelak.
Perjanjian yang oleh dunia moneter
dipandang sebagai pondasi kolateral ekonomi dunia hingga kini, menjadi
perdebatan panjang yang tak kunjung selesai pada kedua negara, Indonesia
dan Amerika. Banyak para tetua dan kini juga anak muda Indonesia dengan
bangganya menceritakan bahwa Amerika kaya karena dijamin harta rakyat
Indonesia.
Bahkan ada yang mengatakan, Amerika
berhutang banyak pada rakyat Indonesia, karena harta itu bukan punya
pemerintah dan bukan punya negara Indonesia, melainkan “harta rakyat
Indonesia”. Tetapi, bagi bangsa Amerika, perjanjian kolateral ini
dipandang sebagai sebuah kesalahan besar sejarah Amerika.
The Green Hilton Agreement 1963
Barangkali ini pulalah penyebab, mengapa Bung Karno kemudian dihabisi karir politiknya oleh Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo The Green Hiltom Agreement. Ini berkaitan erat dengan kegiatan utama Soeharto ketika menjadi Presiden RI ke-2.
Barangkali ini pulalah penyebab, mengapa Bung Karno kemudian dihabisi karir politiknya oleh Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo The Green Hiltom Agreement. Ini berkaitan erat dengan kegiatan utama Soeharto ketika menjadi Presiden RI ke-2.
Dengan dalih sebagai dalang Partai
Komunis Indonesia atau PKI, banyak orang terdekat Bung Karno
dipenjarakan tanpa pengadilan seperti Soebandrio dan lainnya. Menurut
tutur mereka kepada pers, ia dipaksa untuk menceritakan bagaimana
ceritanya Bung Karno menyimpan harta nenek moyang di luar negeri. Yang
terlacak kemudian hanya “Dana Revolusi” yang nilainya tidak seberapa.
Tetapi kekayaan yang menjadi dasar perjanjian The Green Hilton Agreement ini hampir tidak terlacak oleh Soeharto, karena kedua peneken perjanjian sudah tiada.
Kendati perjanjian itu mengabaikan
pengembaliannya, namun Bung Karno mendapatkan pengakuan bahwa status
kolateral tersebut bersifat sewa (leasing). Biaya yang
ditetapkan Bung Karno dalam perjanjian sebesar 2,5% setahun bagi siapa
atau bagi negara mana saja yang menggunakannya. Dana pembayaran sewa
kolateral ini dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation yang pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu yang dimuliakan Sri Paus Vatikan.
Namun karena Bung Karno “sudah tiada”
(wallahuallam), maka yang ditunggu adalah orang yang diberi kewenangan
olehnya. Namun sayangnya, ia hanya pernah memberikan kewenangan pada
satu orang saja di dunia dengan ciri-ciri tertentu. Dan inilah yang oleh
kebanyakan masyarakat Indonesia, bahwa yang dimaksudkan adalah “Satria
Piningit” yang kemudian disakralkan, utamanya oleh masyarakat Jawa.
Tetapi kebenaran akan hal ini masih perlu penelitian lebih jauh.
April 2009, dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation
sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5% ditetapkan dari
total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 34 tahun hasil
biaya sewanya saja sudah setera 48.577 ton emas..!
Artinya kekayaan itu sudah menjadi dua
kali lipat lebih, dalam kurun kurang dari setengah abad atau setara
dengan USD 3,2 Trilyun atau Rp 31.718 Trilyun, jika harga 1 gram emas Rp
300 ribu. Hasil lacakan terakhir, dana yang tertampung dalam rekening
khusus itu jauh lebih besar dari itu. Sebab rekening khusus itu tidak
dapat tersentuh oleh otoritas keuangan dunia manapun, termasuk pajak.
Karenanya banyak orang-orang kaya dunia
menitipkan kekayaannya pada account khusus ini. Tercatat mereka seperti
Donald Trump, pengusaha sukses properti Amerika, Raja Maroko, Raja
Yordania, Turki, termasuk beberapa pengusaha besar dunia lainnya seperti
Adnan Kassogi dan Goerge Soros. Bahkan Soros hampir menghabiskan
setengah dari kekayaannya untuk mencairkan rekening khusus ini
sebelumnya.
Pihak Turki malah pernah me-loby beberapa
orang Indonesia untuk dapat membantu mencairkan dana mereka pada
account ini, tetapi tidak berhasil. Para pengusaha kaya dari organisasi
Yahudi malah pernah berkeliling Jawa jelang akhir 2008 lalu, untuk
mencari siapa yang diberi mandat oleh Bung Karno terhadap account khusus
itu. Para tetua ini diberi batas waktu oleh rekan-rekan mereka untuk
mencairkan uang tersebut paling lambat Desember 2008. Namun tidak
berhasil.
Usaha pencairan rekening khusus ini bukan
kali ini saja, tahun 1998 menurut investigasi yang dilakukan, pernah
dicoba juga tidak berhasil. Argumentasi yang diajukan tidak cukup kuat.
Dan kini puluhan bahkan ratusan orang
dalam dan luar negeri mengaku sebagai pihak yang mendapat mandat
tersebut. Ada yang usia muda dan ada yang tua. Hebatnya lagi, cerita
mereka sama. Bahwa mereka mengaku penguasa aset rakyat Indonesia, dan
selalu bercerita kepada lawan bicaranya bahwa dunia ini kecil dan dapat
mereka atur dengan kekayaan yang ia terima. Diantaranya ada yang mengaku
anak Soekarno, lebih parah lagi, ada yang mengaku Soekarno sunggguhan
tetapi kini telah berubah menjadi muda. Wow..!
Padahal, hasil penelusuran penulis. Bung
Karno tidak pernah memberikan mandat kepada siapapun. Dan setelah tahun
1965, Bung Karno ternyata tidak pernah menerbitkan dokumen-dokumen atas
nama siapapun. Sebab setelah 1963 itu, pemilik harta rakyat Indonesia
menjadi tunggal, ialah Bung Karno itu sendiri. Namun sayang, CUSIP Number
(nomor register World Bank) atas kolateral ini bocor. Nah, CUSIP inilah
yang kemudian dimanfaatkan kalangan banker papan atas dunia untuk
menerbitkan surat-surat berharga atas nama orang Indonesia.
Pokoknya siapapun, asal orang Indonesia
ber-passport Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari UBS, HSBC dan
bank besar dunia lainnya. Biasanya terdiri dari 12 lembar, diantaranya
ada yang berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank Guransi, dan lainnya.
Nilainya pun fantastis, rata-rata diatas USD 500 juta. Bahkan ada yang
bernilai USD 100 milyar..!
Ketika dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankkan akan mengecek CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankkan akan memberikan Bank Officer khusus bagi surat berharga berformat ini dengan cara memasan Window Time untuk sekedar berbicara sesama bank officer jika dokumen tersebut akan ditransaksikan.
Biasanya dokumen jenis ini hanya bisa dijaminkan atau lazim dibuatkan rooling program atau private placement yang bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan high yeild berkisar antara 100 s/d 600 % setahun. Uangnya hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan.
Makanya, ketika terjadi musibah tsunami
di Aceh dan gempa besar lainnya di Indonesia, maka jenis dokumen ini
beterbangan sejagat raya bank. Tapi anehnya, setiap orang Indonesia yang
merasa namanya tercantum dalam dokumen itu, masih miskin saja hingga
kini. Mengapa? Karena memang hanya permainan banker kelas kakap untuk
mengakali bagaimana caranya mencairkan aset yang terdapat dalam rekening
khusus itu.
Melihat kasus ini, tak heran bila banyak
pejabat Indonesia termasuk media massa Indonesia menyebut “orang gila”
apabila ada seseorang yang mengaku punya harta banyak, milyaran dollar
Amerika Serikat. Dan itulah pula berita yang banyak menghiasi media
massa. Ketidakpercayaan ini satu sisi menguntungkan bagi keberadaan
harta yang ada pada account khusus ini, sisi lain akan membawa bahaya
seperti yang sekarang terjadi. Yakni, tidak ada pembelaan rakyat, negara
dan pemerintah Indonesia ketika harta ini benar-benar ada.
Kisah sedih itu terjadi. Ketika Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut serta dalam pertemuan G20 April
silam. Karena Presiden SBY tidak pernah percaya, atau mungkin ada hal
lain yang kita belum tau, maka SBY ikut serta menandatangani rekomendasi
G20. Padahal tandatangan SBY dalam sebuah memorandum G-20 di London itu
telah diperalat oleh otoritas keuangan dunia untuk menghapuskan status
harta dan kekayaan rakyat Indonesia yang diperjuangkan Bung Karno
melalui kecanggihan diplomatik. Mengapa? Karena isi memorandum itu
adalah seakan memberikan otoritas kepada lembaga keuangan dunia seperti
IMF dan World Bank untuk mencari sumber pendanaan baru bagi mengatasi keuangan global yang paling terparah dalam sejarah ummat manusia.
Atas dasar rekomendasi G20 itu, segera saja IMF dan World Bank
mendesak Swiss untuk membuka 52.000 rekening di UBS yang oleh mereka
disebut aset-aset bermasalah. Bahkan lembaga otoritas keuangan dunia
sepakat mendesak Vatikan untuk memberikan restu bagi pencairan aset yang
ada dalam The Heritage Foundation demi menyelamatkan ummat manusia.
Memang, menurut sebuah sumber terpercaya,
ada pertanyaan kecil dari Vatikan, apakah Indonesia juga telah
menyetujui? Tentu saja, tandatangan SBY diperlihatkan dalam pertemuan
itu. Berarti sirnalah sudah harta rakyat dan bangsa Indonesia.
Barangkali inilah kesalahan dan dosa SBY
serta dosa kita semua yang paling besar dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sebab, bila SBY dan kita sepakat untuk paham akan hal ini, setidaknya
ada geliat diplomatik tingkat tinggi untuk mencairkan aset sebesar itu.
Lantas ada pertanyan: Sebodoh itukah kita…? (safari ans: tulisan ini akan terus diperkaya. Contact: email safari_ans@yahoo.com. Sms. 0818778216).
*****
G-20: Presiden Sampaikan Proposal Indonesia
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan proposal Indonesia pada sesi Working Breakfast
KTT G-20, di ExCel London, Inggris, Kamis (2/4) pagi waktu setempat
atau petang di Indonesia. Presiden SBY duduk bersebelahan dengan
Presiden AS Barack Obama. Indonesia mendukung terjadinya kesepakatan
dalam empat isu penting.
Keempat isu itu adalah pentingnya
stimulus fiskal maupun kebijakan moneter. Kedua, koreksi terhadap
kegagalan regulasi dan supervisi yang mengakibatkan krisis global.
Ketiga, perlu bantuan dana bagi negara berkembang yang menjadi korban
tak berdosa. Keempat, reformasi terhadap lembaga keuangan internasional.
Indonesia sudah mendiskusikan sikapnya
itu dengan negara-negara peserta KTT G-20, melalui serangkaian pertemuan
bilateral yang dipimpin SBY. Sehari sebelum puncak acara KTT, Presiden
SBY juga menyampaikan proposal Indonesia kepada Barack Obama, yang ramah
menyapa SBY dalam beberapa kosa kata Indonesia. (presidensby.info)
(Sumber : http://id.embassyofindonesia.eu)
*****
Usulan Indonesia adalah Global Expenditure Support Financing (GESF) seusia dengan :
Manfaatnya Bagi Pemerintah Indonesia
Selasa, 31 Maret 2009 | 04:24 WIB
Anggito Abimanyu
Konferensi Tingkat Tinggi G-20 Kedua di
London (London Summit) akan dilaksanakan minggu ini, 1 dan 2 April 2009,
di tengah situasi perekonomian global yang masih tidak menentu.
Pertumbuhan ekonomi global tahun 2009 diperkirakan akan negatif yang
berpengaruh terhadap penurunan demand ekspor negara berkembang. Stimulus
fiskal dari sejumlah negara masih diragukan efektivitasnya akibat
munculnya isu proteksionisme dan isu supply financing bagi program
stimulus di negara berkembang.
Selain itu, sistem keuangan global secara
praktis masih belum berfungsi secara normal akibat proses deleveraging
di negara maju yang mengakibatkan langkanya likuiditas internasional dan
turunnya net capital inflow ke negara berkembang secara drastis. Sistem
keuangan, khususnya di negara maju, masih dihantui potensi kerugian
yang belum sepenuhnya terungkap terkait toxic assets sistem perbankan
akibat krisis mortgage di AS. Lembaga-lembaga keuangan internasional
yang diharapkan menjadi katalisator dalam periode krisis ternyata
efektivitasnya dibebani oleh masalah kredibilitas dan legitimasi akibat
kurangnya keterwakilan negara berkembang dalam proses governance-nya
(lihat Tabel 1: Pertumbuhan Ekonomi).
Akibat besarnya jangkauan isu yang
dihadapi itu, banyak pihak mempertanyakan kemampuan G-20 mengatasi
krisis. Lebih jauh lagi, terdapat pula keraguan mengenai kohesivitas di
G-20 mengingat setiap anggota tentunya akan memperjuangkan isu yang
terkait paling erat dengan kepentingannya dan hal itu akan berdampak
pada respons, prioritas, dan pendekatan krisis yang berbeda. Bagi publik
domestik, hal tersebut memunculkan pertanyaan mengenai manfaat yang
akan diperoleh Indonesia dari partisipasinya di forum G-20 akibat
kekhawatiran mengenai kooptasi isu di G-20 oleh negara maju.
Respons G-20
Terlepas dari banyaknya isu yang harus
dibahas, London Summit sendiri sebetulnya merupakan puncak dari suatu
siklus kerja di G-20. Di tingkat teknis, G-20 telah membagi isu ke dalam
berbagai tingkat pembahasan yang beranggotakan otoritas finansial dan
moneter negara anggota yang melakukan koordinasi intensif selama 7 x 24
jam.
Terkait dengan instrumen krisis,
regulasi, dan arsitektur keuangan internasional, G-20 membentuk empat
kelompok kerja (working group/WG):
(i) Enhancing sound regulation and transparency,
(ii) Promoting integrity in the financial markets,
(iii) IMF reform, dan
(iv) Multilateral development banks (MDBs) reform. Selain itu, terdapat juga forum koordinasi di tingkat deputi menteri keuangan dan gubernur bank sentral G-20 guna membahas kebijakan makro (fiskal dan moneter), serta forum sherpa yang bertugas membahas isu-isu ekonomi nonkeuangan dan moneter (seperti isu perdagangan, dan tenaga kerja).
(ii) Promoting integrity in the financial markets,
(iii) IMF reform, dan
(iv) Multilateral development banks (MDBs) reform. Selain itu, terdapat juga forum koordinasi di tingkat deputi menteri keuangan dan gubernur bank sentral G-20 guna membahas kebijakan makro (fiskal dan moneter), serta forum sherpa yang bertugas membahas isu-isu ekonomi nonkeuangan dan moneter (seperti isu perdagangan, dan tenaga kerja).
Walaupun terdapat kekhawatiran bahwa
perbedaan kepentingan di antara anggota G-20 akan menyebabkan friksi,
keanggotaan G-20 yang terbatas dan format pertemuan yang stabil selama
satu dasawarsa terakhir berkontribusi bagi terbentuknya tingkat
kepercayaan di antara anggota G-20 dalam rangka mencapai konsensus.
Secara umum terdapat konvergensi di G-20 bahwa:
(i) krisis saat ini disebabkan oleh ketidaksepadanan antara kepentingan global dan nasional (sovereign policy) sehingga respons kebijakan domestik haruslah mempertimbangkan dampak di luar batas negara dan perlunya koordinasi respons secara global;
(ii) krisis menimpa baik negara maju maupun berkembang melalui mekanisme yang berbeda sehingga membutuhkan respons yang berbeda pula; dan
(iii) krisis juga diakibatkan oleh tidak memadainya arsitektur keuangan global (termasuk lembaga keuangan multilateral) dalam merespons krisis secara efektif akibat masalah kredibilitas dan legitimasi sehingga perlu dilakukan reformasi terhadap sistem keuangan internasional.
(i) krisis saat ini disebabkan oleh ketidaksepadanan antara kepentingan global dan nasional (sovereign policy) sehingga respons kebijakan domestik haruslah mempertimbangkan dampak di luar batas negara dan perlunya koordinasi respons secara global;
(ii) krisis menimpa baik negara maju maupun berkembang melalui mekanisme yang berbeda sehingga membutuhkan respons yang berbeda pula; dan
(iii) krisis juga diakibatkan oleh tidak memadainya arsitektur keuangan global (termasuk lembaga keuangan multilateral) dalam merespons krisis secara efektif akibat masalah kredibilitas dan legitimasi sehingga perlu dilakukan reformasi terhadap sistem keuangan internasional.
Berdasarkan kesadaran tersebut, G-20
membagi prioritas respons menjadi tindakan segera dan jangka menengah
berdasarkan perbedaan urgensi dari setiap isu (lihat Tabel 2: Langkah
Bersama).
G-20 bagi Indonesia
Secara umum, di G-20 Indonesia memiliki
posisi unik yang menyuarakan tidak hanya kepentingan Indonesia sebagai
emerging market, tetapi juga kepentingan ASEAN dan negara berkembang
lainnya termasuk Low Income Countries.
Manfaat G-20 sangat besar bagi Indonesia
tidak hanya untuk mengungkil posisi kita di antara negara berkembang
lainnya, tetapi terlebih karena Indonesia bisa secara langsung
berpartisipasi dalam membentuk arsitektur ekonomi dan finansial global
sesuai dengan kepentingan kita, G-20 diarahkan untuk menggantikan fungsi
dari G-8 sebagai pemerintahan bayangan dari sistem ekonomi dan
finansial global.
Fokus Indonesia sendiri di G-20 adalah untuk:
(i) memitigasi dampak krisis terhadap Indonesia dan negara berkembang yang telah secara tidak adil terkena dampak dari krisis yang bermula di negara maju melalui penurunan aliran modal ke negara berkembang yang menghambat proses pembangunan dan pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs);
(ii) mengamankan posisi Indonesia dan negara berkembang di dalam sistem ekonomi dan finansial global yang baru dengan mencegah terbentuknya standar regulasi yang berpotensi merugikan perkembangan sektor keuangan dan sebaliknya justru mengupayakan agar sistem yang baru mendukung pengembangannya;
(iii) mendorong dilakukannya reformasi lembaga keuangan internasional melalui peningkatan keterwakilan negara berkembang dalam proses governance.
(i) memitigasi dampak krisis terhadap Indonesia dan negara berkembang yang telah secara tidak adil terkena dampak dari krisis yang bermula di negara maju melalui penurunan aliran modal ke negara berkembang yang menghambat proses pembangunan dan pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs);
(ii) mengamankan posisi Indonesia dan negara berkembang di dalam sistem ekonomi dan finansial global yang baru dengan mencegah terbentuknya standar regulasi yang berpotensi merugikan perkembangan sektor keuangan dan sebaliknya justru mengupayakan agar sistem yang baru mendukung pengembangannya;
(iii) mendorong dilakukannya reformasi lembaga keuangan internasional melalui peningkatan keterwakilan negara berkembang dalam proses governance.
Sebagai implementasi, Indonesia secara
konsisten memperjuangkan dibentuknya instrumen pendanaan yang murah,
bersifat tanpa persyaratan dan percepatan pencairan yang diperuntukkan
bagi negara berkembang dengan kerangka kebijakan dan fundamental yang
baik seperti Indonesia.
Proposal tersebut yang dikenal sebagai
Global Expenditure Support Financing (GESF) telah disampaikan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dalam Washington Summit tahun lalu. Sebagai
penghargaan terhadap proposal Yudhoyono tersebut, Indonesia bersama
dengan Perancis ditunjuk oleh G-20 untuk mengetuai WG4 mengenai
reformasi MDBs yang salah satu pembahasannya adalah mengenai instrumen
itu.
Terkait dengan reformasi IMF, Indonesia
juga memegang peranan penting di G-20 karena Menteri Keuangan RI sebagai
salah satu figur internasional yang kerap menyuarakan urgensi reformasi
IMF merupakan anggota independent panel of experts on IMF reform (yang
dikenal sebagai Manuel Commission) yang hasil rekomendasinya menjadi
salah satu acuan bagi pembahasan di G-20.
Sebagai hasil partisipasi aktif di G-20, Indonesia telah berhasil memetik beberapa manfaat konkret, antara lain:
(i) Indonesia masuk sebagai anggota baru Financial Stability Forum (FSF) yang merupakan standard setting body bagi sistem keuangan;
(ii) Indonesia telah
mendapatkan Deferred Drawdown Option (DDO) dari Bank Dunia, Bank
Pembangunan Asia (ADB), Jepang, dan Australia bagi program pengentasan
masyarakat dari kemiskinan dan infrastruktur yang kemudian menjadi model
bagi GESF;
(iii) G-20 yang
merupakan pemegang saham terbesar di ADB berkomitmen untuk meningkatkan
permodalan ADB guna mendorong pembangunan di kawasan Asia; dan
(iv) negara maju berkomitmen untuk memberikan peningkatan kapasitas bagi pengembangan sektor keuangan di negara berkembang.
Terdapat juga manfaat nonkeuangan, seperti komitmen G-20 untuk menjamin dan melindungi hak pekerja migran.
Anggito Abimanyu Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Depkeu dan Co-Chair Working Group 4 G-20
***
General Overview of the History
From 1944/5 – 1994/5 The Trilateral
Trillenium Tripartite Gold Commission (TTTGC) was organised and
implemented, by the Nations of the World, with a Term period of Fifty
(50) years. During this term period the Commission held the Mandate,
Rights and Authorities over The Combined International Collateral
Accounts of the Global Debt Facility. (Note: This Commission should not
be confused with the Trilateral Commission that exists today).
Following the expiry of the 50 year term,
the Nations of the World, disappointed with the biased way The Combined
International Collateral Accounts had been utilised within the 50 years,
agreed not to extend the term of the TTTGC, but instead appointed a
single independent person to the position of International Treasury
Controller with full rights, authority, and legal ownership of the
Combined International Collateral Accounts.
On January 20th 1995, Dr. Ray C. Dam was
appointed International Treasury Controller, and Legal Heir and Owner of
the Combined International Collateral Accounts of the Global Debt
Facility, with full authority and dispositional control of same, under
Legal Decadency RCD 1088, executed by the Nations of the World.
Also established on January 20, 1995 was
The Office of International Treasury Control, as the management,
administrative and operations organization for His Excellency, Dr. Ray
C. Dam.
Dr. Ray C. Dam is a person, but His
Excellency Dr. Ray C. Dam is a certified and indemnified international
Central Banking financial institution operating as The Office of
International Treasury Control.
Following the confirmation of the Powers
and Authorities of His Excellency Dr. Ray C. Dam by the “Washington
Panel” in 1998, the establishment of the Institution —- The Office of
International Treasury Control —- was completed on January 20, 2003,
whereby, based upon the content and requirements of numerous
International Treaties, The Office of International Treasury Control was
granted Sovereign Entity Status under the United Nations Charter
Control No: 10-60847.
Though not generally or publicly known,
OITC is the largest International Institution of its kind. It is the
largest single owner of gold and platinum bullion in the World, in
addition to being a major owner of Bank Debenture Securities,
International Treasuries, Cash and other forms of securities, all of
which are recorded as assets of the Combined International Collateral
Accounts of the Global Debt Facility, whose accounts are held within the
Federal Reserve, The Bank for International Settlements, The US
Treasury, Swiss National Bank, Swiss Federal Finance Administration.
Since being established, the OITC has
become the largest single owner of Home Mortgage Securities in the World
today. Original assets in the form of gold have been wisely and well
utilized to create wealth that creates further wealth.
The Assets of the Combined International
Collateral Accounts are in constant use, assisting to finance countries
and such organisations, either in part or full, as the International
Monetary Fund, The World Bank, The International Finance Corporation,
International Development Banks, United Nations, and additionally
under-pinning the US Dollar as the World’s Reserve Currency.
So as to protect the assets, as well as
protecting Dr. Ray C. Dam (International Treasury Controller), together
with all other persons involved, full International Protection and
Immunity under Full Jacket Security Level 3 – 5 was applied, attested
and affirmed under the Great Seal of America (No: 632-258894) on behalf
of the International Community, together and conjointly with Sovereign
Entity Status under the United Nations.
It should be noted that only a few persons
in each country of the world are eligible to be able to verify, or
undertake a verification, re: the position of Dr. Ray C. Dam
(International Treasury Controller) and the Office of International
Treasury Control. Such persons are limited to Kings, Queens, Presidents,
Prime Ministers, with Ministers of Finance and Ministers of Foreign
Affairs subject to security status and special conditions /
dispensation.
For anyone, other than those persons
referred to above, to attempt to undertake verification would be futile
and would result in deliberate misinformation on same, or no response at
all. Additionally, “Classified” information is not available, and never
will be, on or through the “www” or various Web Sites which are totally
unregulated, uncontrolled, and legally void, whereby reference to such
Web Sites will only reveal speculations, innuendoes, comments from the
uninformed, deliberate propaganda and misinformation, or similar.
YOU ARE THEREFORE ADVISED NOT TO UTILISE
THE “WWW” OR VARIOUS WEB SITES FOR ANY FORM OF VERIFICATION AS IT IS NOT
OFFICIAL, NOR IS IT A PROFESSIONAL METHOD OF VERIFICATION, NOR WILL IT
GIVE YOU ANY CORRECT OR ACCURATE INFORMATION.
International Treaties:
Jekyll Island Agreement (Georgia U.S.A., 1908.)
The Aldrich Act (U.S.A. 1910 )
Creation of Federal Reserve System (Washington, U.S.A., 1913)
Trilateral Tripartite Trillenium Pact Between Nations (London 1921)
The Gold Act, (U.S.A. 1924)
Creation of Bank for International Settlements (January 20, 1930)
Bretton Woods Agreement (New Hampshire, U.S.A., 1944)
B.I.S. Agreement with the Allies (Berne, Switzerland, 1946)
Green Hilton Memorial Agreement (Geneva, Switzerland, 1963-1968)
Schweitzer Conference (Innsbruck, Austria, 1964)
Schweitzer Convention (The Hague, Netherlands, 1968 and revisions thereof, 1972, 1984, and 1998 Washington Panel)
Respecting the Rights Treaty (Bangkok 2003)
The Aldrich Act (U.S.A. 1910 )
Creation of Federal Reserve System (Washington, U.S.A., 1913)
Trilateral Tripartite Trillenium Pact Between Nations (London 1921)
The Gold Act, (U.S.A. 1924)
Creation of Bank for International Settlements (January 20, 1930)
Bretton Woods Agreement (New Hampshire, U.S.A., 1944)
B.I.S. Agreement with the Allies (Berne, Switzerland, 1946)
Green Hilton Memorial Agreement (Geneva, Switzerland, 1963-1968)
Schweitzer Conference (Innsbruck, Austria, 1964)
Schweitzer Convention (The Hague, Netherlands, 1968 and revisions thereof, 1972, 1984, and 1998 Washington Panel)
Respecting the Rights Treaty (Bangkok 2003)
Pursuant to International Treaty
Agreements agreed and entered, the following being the rules for
statement of the rules, with the funds and assets thereof held under his
irrevocable and absolute dispositional control of His Excellency Dr.
Ray C. Dam as owner and Sole Arbiter of all assets held under the
Institutional Parent Registration Accounts and all sub accounts thereof
and linked thereto.
Record:
Butler, Charles H., The Treaty Making Power of the Means, United States Senator Committees);
Butler, Charles H., The Treaty Making Power of the Means, United States Senator Committees);
The Green Hilton Agreement (Geneva
1963-1966 the Guarantee is Declared on by International Consent); the
Guarantee confirmed and established under Schweitzer Innsbruck
Conference (Innsbruck, Austria 1964, record: Democrat, Royden J, The
Treaty Making Power in the Defense of the Senates part in Treaty Making
and the Foreign Controller of Gold Act, (1972) in the Senate of the
United States, Volume II, Chapter 7, International Panel (The Hague
1968) which transferred to the Trust and Foundation in its supervisory
role and in protection of the free world.) and subsequent revisions
thereof governing the management and control of International Collateral
Combined Accounts otherwise also known as the Global Debt Facility;
The RCD Full Jacket (record: Third Level
and Five Level Rule in Senate Actions upon Treaties (1901-1989) American
Banking and Bullion International Law 18 (1924)
Amended Foreign Gold Act (1972, Washington D.C.);
Amended Foreign Gold Act (1972, Washington D.C.);
Appointment and Empowered the Person
(January 20, 1995, The Congress assembled the Legislative Press in the
Tripartite, Trilateral, Trillenium Pact, being the applicable Pact
between World Governments (London, 1921).
Reference Codes
INTERNATIONAL RECORD.
Ownership Rights Recorded : ……Legal Decadency to Heir RCD1088 Far East Entire
Governments Empowered the Person : ……..International Control No. 10-60847
International Clearing Code : ……………………….UNRCD-ID006197
UN/Federal Service Record No. : ……………………………0-99-2-33
Protectorate and Immunity Granted and Recorded: …Great Seal No. 632259984
Governments Empowered the Person : ……..International Control No. 10-60847
International Clearing Code : ……………………….UNRCD-ID006197
UN/Federal Service Record No. : ……………………………0-99-2-33
Protectorate and Immunity Granted and Recorded: …Great Seal No. 632259984
Statements of Fact
1. The Tripartite Gold
Commission, established under the Bretton Woods Agreement for a single
term of 50 years, ceased operations in 1994 and was formerly wound up in
1997, after having fulfilled it’s life term.The World Governments via
their respective interests in the Bank for International Settlements,
appointed a Sole Arbiter to succeed the Commission on January 20, 1995.
All assets deemed to be held under the Commission’s Trustee were ceded
and transferred to the Ownership of the Sole Arbiter, thereby granting
unrestricted and absolute control to the Sole Arbiter.
2. His Excellency, Dr.
Ray C. Dam, is the appointed and empowered person holding full
disposition rights and authority over said assets and accounts by virtue
of the authority vested in him by the Governments of the World, whom he
represents, such authority being chartered and then registered with the
United Nations.
3. As Chairman of the
said Trust and Foundation and Sole Arbiter and Lawful Owner of all the
assets held within Foundation Divine and the Heritage International
Trust and their internal and ancillary Trusts, Foundations and
Corporations, such Ownership granted to him by the International
Community on January 20, 1995, His Excellency Dr. Ray C. Dam holds the
absolute right to determine and make ruling, such ruling to be enforced
(if necessary) by the Justice Department of the United States of
America; (this right of control is guaranteed by the United States
Congress ,reaffirmed by the Senate of the United States and recorded
within United States Presidential Office of Management and Budget,
whereat, empowerment of his person and his full indemnified status is
acknowledged under Great Seal No. 632259984 and further registered
within the International Division of the Department of the Treasury of
the United States of America, The Bank for International Settlements,
Swiss National Bank and the Swiss Federal Finance Administration),
whereby his determination and ruling on all matters relating to the
assets under his control is inviolate and may not be set aside, modified
or denied by any agreement or arrangement between other parties and or
institutions, or by any other ruling not assented to by the
International Community who empowered his person. Decisions /
Determinations made by H.E. Dr. Ray C. Dam in respect of the Combined
International Collateral Accounts of the Global Debt Facility, take
precedence over all / any laws, adjudications, Legal Rulings, or
similar, determined by any Court of any other Country, including the The
International Courts (World Courts).
4. Under International
Control Number 10-60847, the right of control is established and
Chartered by Treaty Agreement between all Nations, then registered with
the United Nations as a sovereign entity that is to be beyond all other
jurisdictional controls. This creation of a sovereign jurisdiction of
control preserves and protects the official independence of the
appointed and empowered person, His Excellency Dr. Ray C. Dam, his heirs
and successors.
5. Within that Jurisdiction are two institutions:
a. The Office of
International Treasury Control: This Institutional Organization exists
to assist and advise the International Treasury Controller, His
Excellency, Dr. Ray C. Dam, in the exercising of his Authority.
b. Consolidated Credit
Bank Limited: A non-public internal Bank which is empowered and deemed
as the last holding bank, the only Bank in the World with lawful
authority and capacity to confirm assets and accounts of the
International Treasury Controller and to issue any legal obligation
against those accounts and to direct beneficial payments for those
accounts. It is an Institutional Bank held within the Federal Reserve.
It will not be found within the “Bankers Almanac”, “The Banker”, or any
other Professional Handbook.
6. Few organizations
have been so publicly attacked and maligned as The Office of
International Treasury Control (OITC), by intensive and extensive
disinformation campaigns, gossip, innuendoes, and the likes. Much of
this is expanded by public perception and failures in total
understanding that is further fueled by “Levels of Secrecy” that are
imposed upon OITC, ignorance, political influence, even fear, or similar
issues.
All Governments are advised to stay with
proper procedures and protocols and to conduct any undertaking for
verification of the real existence of H.E. Dr. Ray C. Dam (International
Treasury Controller), the OITC in compliance with such procedures and
protocols, and to disregard internet gossip and reports, articles, or
similar, to the contrary.
7. Political Issues. The
Office of International Treasury Control is a non-political
organization whose objectives, as determined by the Nations of the
World, embodied within numerous International Treaties, is to
“Financially assist” the Nations of the World and its People for the
betterment of all, in a balanced and sustainable manner, irrespective of
the political or religious base of any country.
8. Assets of the
Combined International Collateral Accounts of the Global Debt Facility:
These are held in the majority of Countries (Japan, United Kingdom,
United States of America, China, Taiwan, Philippines, Thailand,
Cambodia, Jordan, Singapore, France, Germany, Austria, Luxembourg,
Belgium, Norway, Caribbean Islands, Egypt, South Africa, Uruguay,
Argentina, Italy, Russia, plus many more countries) throughout the
World, in Central Bank Vaults, Commercial Banks, Bonded Warehouse
Depositories, Military Establishments, and in such inhospitable places
as in Sunken Ships on the Seabed, on the bed of large Reservoirs, Caves,
Purposely dug Mountain Tunnels, Old Mines, Bunkers, and such places.
The actual Accounts (Ledgers) are held
within the US Federal Reserve, The US Treasury, The Swiss National Bank,
The Swiss Federal Finance Authority and the Bank for International
Settlements.
Transfers of any Assets, are restricted
to the International Central Bank System. Assets can rarely be
transferred via the normal Commercial Banks, but it is possible
depending on the International status of any specific Commercial Bank.